Indonesia - Dalam kasus ijazah palsu, apakah dokumen analog harus diforensik analog? Apakah klaim ini benar atau hanya sekadar hoaks dan sesat pikir belaka di kalangan praktisi?

Dalam kasus ijazah palsu, apakah dokumen analog harus diforensik analog? Apakah klaim ini benar atau hanya sekadar hoaks dan sesat pikir belaka di kalangan praktisi?
Di kalangan awam bahkan beberapa praktisi, ada anggapan yang terdengar meyakinkan: "Dokumen analog hanya bisa diperiksa secara analog."
Pernyataan ini terdengar logis. Dokumen fisik seperti ijazah, surat, atau akta dianggap hanya bisa dianalisis dengan teknik manual seperti pemeriksaan tinta, jenis kertas, atau tanda tangan. Namun, anggapan ini tidak sepenuhnya benar — dan bahkan bisa menjadi jebakan logika yang menyesatkan. Pernyataan ini, pada dasarnya, adalah sebuah kesalahpahaman atau setidaknya penyederhanaan yang terlalu berlebihan di era digital saat ini.
Apa Maksudnya 'Forensik Analog'?
Yang dimaksud dengan "forensik analog" biasanya mengacu pada pemeriksaan fisik langsung terhadap dokumen. Contohnya:
- Menggunakan mikroskop forensik untuk meneliti tinta dan kertas,
- Menganalisis tanda tangan dengan teknik grafologi,
- Memeriksa cap atau stempel asli dengan pembanding visual.
Pendekatan ini memang valid dan masih digunakan hingga hari ini. Tapi, ketika dokumen tersebut telah dipindai, difoto, atau disimpan dalam bentuk digital — dimensi forensik pun berubah.
Fakta Sebenarnya: Dunia Digital Membuka Peluang Lebih Luas
Pakar forensik modern justru menekankan bahwa dokumen analog bisa dan sering kali harus diforensik secara digital — terutama dalam konteks saat ini di mana dokumen fisik hampir selalu disalin, dikirim, atau dipresentasikan dalam format digital seperti PDF, JPG, atau PNG.
Berikut beberapa fakta yang membongkar mitos tersebut:
1. Dokumen Analog Bisa Didigitalkan
Begitu dokumen analog dipindai atau difoto, forensik digital bisa masuk:
- Analisis metadata file (tanggal, software pembuat, edit history),
- Deteksi manipulasi citra seperti tanda tangan yang ditempel, teks yang diedit, atau stempel palsu,
- Penggunaan algoritma OCR (Optical Character Recognition) untuk mengenali teks dan mencocokkannya dengan font dan tata letak resmi.
2. Forensik Digital Lebih Presisi di Beberapa Aspek
Misalnya:
- Software seperti Amped Authenticate atau FotoForensics bisa mendeteksi anomali yang tak terlihat oleh mata manusia.
- Ada pula analisis error level (ELA) untuk mengetahui bagian gambar yang telah dimodifikasi.
- Perbandingan otomatis tanda tangan menggunakan AI handwriting analysis.
3. Banyak Kasus Pemalsuan Dilakukan Secara Digital
Dalam kasus pemalsuan ijazah, tanda tangan rektor atau dekan sering kali dipindai dari dokumen lain lalu ditempel ke dokumen baru. Deteksi pemalsuan semacam ini mustahil dilakukan jika hanya mengandalkan forensik fisik.
Dengan demikian dokumen analog bisa diforensik secara diginal mengingat adanya sifat terintegrasi dari kejahatan modern.
Prinsip-prinsip ini dapat ditemukan dalam publikasi dari organisasi seperti:
- National Institute of Standards and Technology (NIST): Mereka menerbitkan panduan dan standar untuk forensik digital yang seringkali menyentuh aspek dokumentasi dan hubungan antara bukti fisik dan digital.
- Scientific Working Group on Digital Evidence (SWGDE): Kelompok ini mengembangkan pedoman untuk penanganan bukti digital, yang secara inheren melibatkan dokumentasi fisik.
- Berbagai jurnal dan konferensi forensik digital: Makalah-makalah di sini sering membahas studi kasus di mana bukti fisik (termasuk dokumen analog) memainkan peran penting dalam penyelidikan digital. Seperti: Jurnal Ilmiah Digital Investigation (Elsevier), Journal of Digital Forensics, Security and Law (JDFSL), DFRWS (Digital Forensic Research Workshop).
Singkatnya, meskipun forensik digital berfokus pada data elektronik, para pakar menyadari bahwa dokumen analog seringkali menjadi bagian integral dari konteks investigasi dan dapat menghasilkan "bukti digital" melalui proses digitalisasi atau dengan memberikan konteks penting bagi bukti digital yang ditemukan.
Berpikir Kritis dan Adaptif
Pernyataan “dokumen analog harus diforensik analog” tidak hanya keliru, tapi juga berbahaya jika dijadikan patokan tunggal. Dalam dunia forensik modern, pendekatan harus ditentukan berdasarkan konteks kasus, bukan berdasarkan jenis media semata.[BM]